KPK DAN KORUPTOR BAK TIKUS DIKEJAR-KEJAR KUCING



Korupsi alat kesehatan lampung menjadi tema yang sangat menarik ditengah iklim pemerintahan Jokowi. Kendati Jokowi sudah mengdeklarasikan perang terhadap koruptor, namun tetap saja para koruptor tak kehabisan akal untuk lolos dari sergapan sistim pengawasan KPK. 

Bukti yang paling konkrit bahwa korupsi masih berkuasa adalah kasus tertangkapnya anggota DPR dalam operasi tangkap tangan KPK. Ini menunjukkan pada kita bahwa apa yang kita pikirkan tentang kejahatan korupsi mulai padam, ternyata tidak sepenuhnya benar. Buktinya masih ada saja, dan bukan tanggung-tanggung, pelakuknya anggota DPR.

Jokowi harus kritis menghadapi koruptor karena ini soal harga diri bangsa dan nasib generasi penerus bangsa di masa depan. Persoalannya bukannya tentang korupsi yang mengambil uang negara, tapi ada transfer budaya yang akan dijadikan tuntunan bagi generasi penerus bangsa kita hingga bisa menimbulkan mata rantai antar generasi.

Pihak China sudah memutuskan mata rantai budaya korupsi sejak dua tahun lalu. China sangat keras dalam memberikan hukuman bagi koruptor, yaitu hukuman mati, baik hukum gantung maupun hukum tembak. Dan sejak itu, angka korupsi makin menyusut tajam.

Sebenarnya KPK sudah tepat langkahnya dalam menangkap para koruptor, baik yang tertangkap tangan maupun kasus yang tertangkap melalui laporan keuangan dan jejak mencurigakan lainnya. Namun, untuk sisi pemerintahannya, harus tegas dalam menghukum pelaku tindak kejahatan korupsi (tipikor). 

KPK sejak dibentuk pada awalnya seperti bermain kucing kucingan dengan para pelaku koruptor. Mereka terlibat langsung dalam proses penegakkan hukum. KPK selalu mengejar koruptor yang terbukti menyelewengkan uang negara, sementara koruptor berlarian bak tikus melihat kucing. 

Fenomena ini sangat menarik, namun jauh lebih menarik lagi jika ketika sang tikus tertangkap oleh kucing (KPK), jangan hanya dicakar dan dimain-mainkan saja, tapi langsung dimakan hingga tewas. Itu baru cara memberantas tikus yang efektif.

Hukum di negara ini termasuk lunak pada koruptor. Mereka yang menyalahgunakan uang negara bermilyar-milyar, diberi hukuman sangat ringan. Akibatnya, melalui pemberitaan itu, para calon koruptor akan menilai,” wah .. hukumannya sangat ringan, mau korupsi ah” pikir calon koruptor yang membaca berita.

Dan pelaku koruptor juga akan berpikir, wah ringan nih, curi milyaran Cuma diganjar 3 tahun saja. Ini kan merupakan analogi sang kucing hanya mencakar tikus saja, hingga tikus berpikir, asyik saya tidak dimakan.

KPK harusnya mendesak ke pemerintah untuk membuat undang-undang khusus korupsi. Undang-undang ini harus sangat berat menjatuhkan hukuman para koruptor hingga menimbulkan efek jera dan traumatis. Dan jika ini berjalan di negara kita maka kewibawaan hukum kita sangat terjaga dengan baik hingga para pelaku kejahatan akan takut dan tak berani main-main dengan hukum kita. 

KPK dalam hal penangkapan koruptor sudah cukup baik, namun yang menjadi titik lemahnya adalah hukumannya yang masih ringan dan cenderung main-main, tak sebanding dengan kejahatan yang mereka lakukan. Ini yang sangat disayangkan. Padahal jika hukuman kita berat terhadap berbagai bentuk kejahatan maka kewibawaan hukum di negara kita ini akan tercipta, dan alhasil tingkat kejahatan termasuk kejahatan korupsi akan makin menurun dan terus menurun, seiring dengan banyaknya pelaku kejahatan diberi sanksi berat. Semoga kewibawaan hukum kita makin meningkat dimasa kini dan akan datang, amin.       

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "KPK DAN KORUPTOR BAK TIKUS DIKEJAR-KEJAR KUCING"