Alvi Hadi Sugondo bercerita, Suatu hari, di sebuah kafe terkenal di bilangan Jakarta,
tampak seorang eksekutif muda yang sedang asyik bekerja pada sebuah laptop
mahalnya. Ketika pemuda itu sedang sibuk, datanglah seorang gadis kecil sambil
membawa beberapa tangkai bunga indah dan harum.
“Bunganya Om, masih segar dan wangi” ujar gadis kecil itu
“Tidak Dik, saya tidak sedang perlu bunga, lagi pula saya
sedang sibuk” ujar pemuda itu sambil meneruskan pekerjaannya itu.
Alvi Hadi Sugondo menambahkan, Gadis kecil itu lalu berlalu untuk menjajakan ke pengunjung lain
di kafe tersebut. Pemuda itu masih terus melakukan pekerjaannya dan tak
menghiraukan sekelilingnya lagi. Setelah beberapa lama, pemuda itu sudah
selesai melakukan pekerjaannya dan akan bergegas pergi.
“Om, pekerjaannya sudah selesaikan, ayo Om beli bunga ini,
untuk kekasih Om atau orang yang Om sayang” ujar gadis kecil itu tak berputus asa
sama sekali, walaupun sudah beberapa kali mengalami penolakkan.
Melihat kegigihan gadis kecil itu, dengan setengah kesal,
pemuda itu mengambil uang lima puluh ribuan lalu memberikan kepada penjaja
bunga itu.
“Ini uang untuk kamu saja, dan tolong jangan ganggu saya lagi
ya” ujar pemuda itu sambil berlalu. Penjaja bunga itu menerima uang itu, lalu
pergi ke suatu tempat kearah seorang peminta-minta tua yang jaraknya tak jauh
dari kafe itu.
Pemuda itu sempat penasaran, apa yang penjaja bungaitu
lakukan, ia terkaget karena uang pemberiannya itu ia berikan semuanya ke
pengemis itu. Karena penasaran, ia hampiri penjaja bunga itu.
“Dik, kenapa kamu berikan semua uang kamu ke pengemis itu,
bukankah kamu juga perlu uang itu untuk makan?” Tanya pemuda itu penasaran.
“Ibu saya mengajarkan saya untuk tidak boleh meminta-minta
untuk mendapat uang, Om. Walau saya seorang penjual bunga, tapi saya sudah
berjanji pada Ibu untuk tidak pernah memakan uang dari hasil meminta-minta,
kecuali dari hasil penjualan bunga ini” ujar penjaja cilik itu.
Sang pemuda itu bagai kesambar petir mendengar jawaban sang bocah
cilik ini. Betapa mulia hatinya, walau seorang penjaja bunga, tapi harga diri
dan kehormatannya sangat tinggi. Ia langsung mengambil uang ratusan ribu rupiah
lalu memberikan kepada penjaja bunga itu.
“Dik, saya beli semua bunga-bunga kamu ya, saya mau berikan
kepada kekasih saya, kebetulan dia berulang tahun hari ini” ujar pemuda itu
sambil tersenyum.
Penjaja bunga itu tersenyum luar biasa, ia berikan semua
bunga-bunga wangi itu ke pemuda itu lalu berucap terimakasih yang sangat tulus.
Semangat pemuda itu menjadi puluhan kali lipat, karena
mendapat pembelajaran berharga di siang yang mendung itu, bahwa bekerja itu sebenarnya
suatu kehormatan, sekecil apapun keuntungan yang didapat dari pekerjaan itu
jauh lebih terhormat dari pada mendapat banyak uang dari hasil meminta-minta. Ini
benar-benar suatu pelajaran hidup yang sangat luar biasa, batin pemuda itu.
Apa pesan moral yang bisa kita petik dari cerita inspirasi
ini? Bekerja adalah ibadah, sekecil apapun uang yang kita terima dari hasil
keringat kita, itu lebih terhormat dan bermartabat, dari pada banyak uang dari
hasil belas kasihan banyak orang.
Bekerja itu memberikan keberkahan, dan sudah
selayaknya kita harus selalu bersyukur jika mendapat suatu pekerjaan, dari
siapapun juga, asal halal dan bukan berdasarkan dari belas kasihan orang lain.
Penjaja bunga cilik itu sudah menunjukkan caranya kepada kita.
Mari kita bersyukur atas pekerjaan yang selama ini kita
terima, karena itu yang akan memuliakan kita dimata orang lain. Jadilah orang
yang bernilai dimata orang lain karena perbuatan kita, dan jangan pernah bangga
mendapat sesuatu karena hasil dari belaskasihan orang lain.
Belum ada tanggapan untuk "ALVI HADI SUGONDO "KISAH PENJAJA BUNGA CILIK DAN SEORANG EKSEKUTIF MUDA""
Posting Komentar