![]() |
alvi hadi sugondo - seni kung fu |
Alvi Hadi Sugondo bercerita, Lui adalah seorang remaja yang sejak lahir sudah cacat, ia memiliki
hanya satu tangan. Di sekolah, Lui sering di bully teman-temannya. Tak
jarang, sering mendapat perlakuan kasar serta hinaan yang menyakitkan. Bahkan
ia pernah dicaci sebagai anak cacat yang tak berguna serta dijauhkan oleh teman
sekolahnya, hanya karena punya satu tangan.
Alvi Hadi Sugondo menambahkan, Suatu hari, Lui dikeroyok oleh kakak kelasnya hanya karena
tidak memberi uang. Tentu saja Lui babak belur, karena selain hanya satu tangan,
ia dihajar oleh beberapa kakak kelas yang usianya sudah lebih senior. Lui hanya
bisa meminta ampun dan belas kasihan.
“Berhenti, bubar sana .. “ teriak seorang Bapak Tua yang
nampaknya sudah dikenal baik sebagai orang yang disegani di daerah itu. Dan
lima pemuda itu lari ketakutan.
“Terimakasih atas pertolongannya, jika tak ada Bapak, saya
pasti sudah sekarat dihajar mereka” ujar Lui yang masih menahan sakit lantaran
kena pukul di daerah rahang dan perut.
“Maukah kamu saya ajarkan beladiri Kung Fu, hingga suatu saat
kamu bisa membela diri saat dikeroyok orang jahat?” ujar Bapak Tua itu
menawarkan diri untuk membantu.
Menurut Alvi Hadi Sugondo ,Lui merasa pesimis. Ia hanyalah seorang anak cacat yang hanya
memiliki satu tangan. Lui berterimakasih namun ia menolak dengan alasan menguasai
ilmu Kung Fung itu harus memiliki dua tangan. Namun Bapak tua itu terus
memaksa, dan ia justru ingin mengajarkan ilmu Kung Fu Jurus Satu Tangan yang
sangat ampuh.
“Baiklah, jika memang Bapak mau mengajarkan saya dengan ilmu
itu, saya bersedia” ujar Lui sambil membungkuk badan tanda hormat.
Singkat cerita, berlatihlah Lui bela diri Kung Fung oleh
bapak tua itu yang ternyata mantan guru shaolin yang sudah sangat terkenal di
negara China.
Berhari hari, usai sekolah Lui diwajibkan untuk berlatih Kung
Fu. Namun anehnya, Lui hanya diajarkan satu jurus saja dan itu diulang secara
terus menerus. Sang guru sangat sabar mendidik Lui namun dengan karakter keras
layaknya mendidik murid shaolin ketika diperguruan dulu.
“Lui, jurus yang sudah saya turunkan ini sudah bagus, namun
saya minta untuk LEBIH KERAS dan LEBIH BAIK lagi dari hari ke hari. Ayo
berlatih dua kali lipat dari yang sebelumnya” perintah sang guru.
Lui makin stress dengan berbagai tekanan selama latihan.
Lambat laun, mental Lui makin keras sekeras baja, nyali Lui makin berlipat
serta kemampuan Lui sudah sangat berbeda 6 bulan yang lalu.
Lui yang kini adalah Lui yang tetap rendah hati, tapi sudah
tidak lagi bisa di bully, karena
beberapa temannya sudah kena jotos saat mencoba mengganggu Lui. Bahkan sempat
beberapa kakak kelasnya yang kemarin, mencoba menggeroyok Lui tapi dengan mudah
serangan mereka terpatahkan, walau hanya satu tangan.
“Guru, apakah sudah tidak ada lagi jurus yang lain, saya
sudah jenuh dan bosan dengan satu jurus ini. Tolong beri saya jurus yang lain”
ujar Lui yang mulai habis kesabarannya, karena hanya satu jurus saja yang ia
lakukan, dari hari ke hari.
Suatu hari, sang guru mendapat selebaran yang isinya berita
kompetisi Kung Fu, dan Lui diperintahkan untuk ikut. Lui awalnya menolak,
karena belum merasa mampu ikut, tapi gurunya memaksa, dengan alasan untuk
mencapat pengalaman dan mengukur kemampuan, sedalam apa ilmu yang sudah ia
kuasai.
“Lui, satu hal yang saya minta, jangan pernah remehkan lawan
kamu dan jangan pula meremehkan kemampuan diri kamu sendiri, karena itulah
kunci kemenangan dalam ilmu bela diri kung fu” motivasi sang guru pada Lui saat tampil pada
pertandingan pertama.
Suasana pertandingan Kung Fung sangat meriah. Teman-teman Lui
melihat Lui tampil dan mereka banyak yang masih meragukan kemampuan Lui. Bahkan
ada yang mencibir, petarung dua tangan saja bisa kalah, apalagi satu tangan.
Pada pertandingan babak penyisihan, Lui tidak mengalami
banyak kesulitan. Lawan-lawan Lui berguguran, kalah telak oleh jurus Kung Fung Satu
Tangan. Semua orang tak habis pikir,
kenapa Lui bisa sehebat itu. Walau cacat masih bisa mengalahkan lawan bertangan
lengkap.
“Guru, tolong beri saya jurus baru, besok saya mau tanding ke
pertandingan final, saya tahu lawan saya itu tiga kali lebih hebat dari saya”
pinta Lui pada sang guru.
“Lui, jangan membantah dengan perintah gurumu ini, patuhi
saja apa yang saya minta dan berlatihlah jauh lebih keras dari yang sebelumnya.
Ingat, kunci kemenangan kamu ada pada satu kata, FOKUS” ucap sang guru dengan
mendekati wajahnya pada wajah Lui denga nada bergetar.
Lui mendapat setruman voltase tinggi, seolah ia terhentak
dengan sabetan kata-kata sang guru untuk terus focus pada satu jurus yang ia
pelajari secara terus menerus itu.
Dan sampailah pada pertandingan final untuk memperebutkan
kejuaraan Kun Fu tingkat kabupaten. Semua teman Lui, guru guru sekolah bahkan
kedua orangh tua Lui ikut hadir. Ia tak percaya Lui bisa sampai dipenghujung pertandingan final tingkat kabupaten yang
sangat membanggakan ini. Dan dalam sejarah, sekolah Lui tak pernah mendapatkan
kemenangan dalam setiap pertandingan.
“Lui, saatnya kamu tunjukkan pada semua musuh-musuhmu yang
sedang menyaksikan pertandingan final ini, bawa kamu tidak selemah yang mereka
pikirkan” ujar sang guru menyemangati Lui.
Pertandingan dimulai. Lui kaget bukan kepalang, ternyata apa
yang ia pikirkan bahwa jurusnya itu sangat mudah terbaca lawan adalah benar. Ia
sempat mengupat pada sang guru, kenapa tidak diberikan jurus baru yang lebih
ampuh. Tapi sekarang sudah terlambat.
“Plak.. Plak .. Plak “
Pukulan berantai mengenai perut, wajah dan punggung Lui
hingga ia terhuyung-huyung dan jatuh. Lawan Lui bukan kacangan, ia memang orang
pilihan yang sangat terdidik kuat dan memiliki stamina yang luar biasa.
“Ayo Lui, bangun. Lawan kamu sedang menunggu. Ini kesempatan
terbaik untuk membuktikan bahwa kamu anak yang memiliki kemampuan unggul”
teriak sang guru. Tapi Lui masih dalam posisi jatuh, mengerang kesakitan dan
tak terlihat untuk berusaha bangkit.
Tiba-tiba, teringat pesan sang guru bahwa kunci kemenangan
itu bukan saja tak meremehkan lawan, tapi juga tidak boleh meremehkan kemampuan
dirinya sendiri. Dan satu lagi kata sang guru yang harus dilaksanakan adalah
FOKUS.
Dengan tubuh yang gemetar, Lui mulai bangkit. Darah dari
hidung mulai mengalir, mata mulai lembab akibat terkena pukulan keras lawan.
Suara riuh memanggil nama Lui bergema. Tapi itu semua tak membuat ia
termotivasi.
“Lui, jangan kecewakan kedua orang tuamu, ia sedang melihat
kamu bertanding. Ayo, kerahkan semua tenaga sisa yang ada, focus pada kelemahan
lawan. Bangkit, serang” teriak sang guru membakar semangat Lui yang mulai
berkobar.
Lui berdiri tegak, sang wasit memastikan apakah Lui masih
sanggup melanjutkan pertandingan, tapi moment itu tak diperdulikan, ia hanya
ingin melakukan sesuatu yang terbaik untuk kedua orang tuanya yang sedang
melihat dirinya tampil bertanding. Ia
berkata dalam hati,” ayah, ibu, mungkin Lui belum bisa membalas kebaikan ayah
dan ibu selama ini, tapi ijinkan Lui untuk membalas kebaikanmu dengan
kemenangan ini”
Dan dengan sangat ringan, Lui melompat ke kanan dan ke kiri
untuk menghindari berbagai serangan lawan. Lui makin focus dan focus pada titik
lemah lawan dan ketika moment itu datang, Lui dengan kekuatan penuh melancarkan
jurus pukulan satu tangan yang terkenal sangat mematikan itu. Dan …
“Bug !!! “
Sebuah pukulan yang sangat keras menyarang di tepat jantung
lawan, membuat lawan Lui sesaat terpaku berdiri, terlihat ia sangat sulit
bernafas.
Suasana hening, Lui lalu membungkukkan hormat pada lawan,
karena Lui tahu sebentar lagi kemenangan ia dapatkan. Pukulan yang Lui lancarkan
adalah pukulan maut yang Lui asah sehari
demi sehari hingga begitu tajam mematikan. Dan beberapa detik kemudian, lawan
Lui jatuh tak sadarkan diri. Lui pun berteriak “ aku sayang ayah ibu! “
Sorak sorai memenuhi gelora pertandingan Kung Fung satu
stadion tersebut,seolah tidak percaya, tangan satu bisa mengalahkan tangan dua.
![]() |
alvi hadi sugondo - kung fu |
Hampir seribu penonton memadati pertandingan itu. Dan sontak
para sahabat Lui dan juga teman sekolah Lui yang tadinya menghina kini berubah
menjadi bersahabat, menghampiri Lui dan menggendong Lui bak pahlawan pujaan.
Lui hujan pujian, guru-guru berdatangan memeluk Lui, bangga campur takjub atas kemenangan cemerlang yang Lui
lakukan. Nyaris tak masuk akal, anak yang lemah jadi juara satu kejuaraan Kung
Fu tingkat kabupaten.
Tiga hari sejak pertandingan bergengsi itu, Lui datang ke
gurunya, namun kelihatannya sang guru sudah tidak ada ditempat. Rumahnya
kosong. Lui melihat secarik kertas yang ternyata kertas itu surat yang
ditujukan pada dirinya. Ia mulai membaca sambil terduduk lemah, air matanya tak
bisa terbendung. Ia merasa kehilangan sang guru tersayang.
“Selamat Lui, kamu kini
menjadi pendekar kelas satu yang akan selalu dihormati semua orang. Tak akan
ada lagi orang yang berani mengganggu kamu sekarang, dan tak akan ada lagi yang
menghina kamu, karena kamu sudah buktikan ke semua orang, kamu seorang pemenang.
Saya pamit pulang ke China untuk selamanya dan jaga diri baik-baik. Sebagai
jawaban atas pertanyaan kamu, mengapa saya tidak memberi jurus lain, selain satu jurus ini, maka ini
jawaban saya “ Seorang pendekar yang
bijak, akan takut dengan lawan yang berlatih satu jurus yang diulang 1000 kali,
dari pada seorang yang berlatih 1000 jurus yang diulang satu kali” Lui, kunci kemenangan itu hanya satu, FOKUS”
Apa pesan moral dari cerita diatas? Mendapat banyak
pelajaran? Semoga banyak pelajaran yang bisa kita download dalam hati kita dan install
kedalam diri kita dalam bentuk tindakkan yang konsisten. Ingat nasehat Guru
Lui, FOKUS adalah kunci sukses. Mari kita belajar focus atas bakat terbaik yang
kita miliki. Tetap belajar, dan raih kemenangan.
1 Tanggapan untuk "ALVI HADI SUGONDO "PENDEKAR KUNGFU TANGAN SATU, DIBALIK KETEKUNAN YANG BESAR TERDAPAT KEMENANGAN YANG BESAR""
Orang bijak bisa mengubah kelemahan menjadi kekuatan, dan kekuatan menjadi kemenangan, jadi tak ada asalan dengan kekurangan yang ada pada diri kita.
Posting Komentar