ALVI HADI SUGONDO "TUHAN SERING MENGUNJUNGI KITA, TAPI KITA SERING TAK ADA DI RUMAH"





Alvi Hadi Sugondo berkata, Kata bijak yang barusan anda baca berasal dari Joseph Roux, seorang bijak yang sangat terkenal. Lantas, dimana makna dan apa pembelajaran moralnya? Jika hati sudah tak lagi bisa dipanggil dengan kata, mungkin air mata sanggup menyadarkan hati kita.

Berikut kisah yang penuh inspirasi, semoga kita bisa mengambil hikmahnya. Adalah Yogi seorang remaja yang baru selesai kuliah. Cita-citanya sangat besar dan ia memiliki watak yang sangat keras untuk mengejar keinginannnya itu, yaitu ingin menjadi pilot. Semua teman-temannya sangat kenal watak Yogi, angkuh, ambisius serta tak kenal kompromi.

 “Yogi, sebaiknya kau batalkan saja rencana kamu itu jadi pilot, biayanya terlalu mahal, Nak” ujar sang ibu pada anaknya. Tapi Yogi tak perduli, ia tetap nekat untuk menjadi pilot dan tetap mendaftar pada angkatan tahun itu. Alasan sang ibu melarang Yogi jadi pilot sebenarnya bukan karena factor biaya, karena ibunya termasuk kaum berada, namun sang ibu tahu betul sikap anaknya itu yang sangat ceroboh dan suka meremehkan masalah.

 “Yogi, besok hari tes pertama kamu Nak, sebaiknya kamu cukup istirahat, karena tes masuk pilot sangat berat dan melelahkan” ujar sang ibu yang tak pernah bosan menasehati anaknya itu, tapi Yogi tak perduli, ia asyik nonton TV hingga larut malam. Tes penerbangan pun dimulai. Yogi dan beberapa calon melakukan berbagai persiapan. Karena stamina Yogi tidak fit, ia mengalami ketidaksadaran diri dan akhirnya pingsan. Secara otomatis, Yogi dinyatakan tidak lulus ujian karena mengalami kegagalan fisik pada ujian awal.

“Yogi, tetaplah semangat untuk mengejar cita-cita, walau kau gagal masuk pilot, masih banyak kesempatan yang bisa kamu coba. Dan jangan lupa untuk selalu berdoa, karena Tuhan berkuasa untuk membantu kamu wujudkan semua cita-cita” ujar sang ibu.

 “Saya tak percaya pada doa, sukses itu soal kerja keras dan kerja cerdas. Ibu tak usah nasehati Yogi lagi, karena Yogi sudah dewasa, bisa urus keperluan Yogi sendiri” bentak Yogi pada ibunya dengan nada keras. Sang ibu sangat memahami Yogi, mungkin karena ia baru gagal masuk pilot hingga sangat emosional. Namun yang menjadi kecemasan sang ibu, Yogi makin jauh dari Tuhan. Awalnya ia rajin beribadah, membaca al kitab serta sering berkunjung ke rumah Tuhan, tapi sejak itu ia sangat jarang bedoa.

“Bu, Yogi mau mandiri, kebetulan Yogi mendapat pekerjaan disebuah perusahaan ternama di Bandung, jadi Yogi akan pulang seminggu sekali untuk berkunjung ke rumah ibu” ujar Yogi sambil berpamitan. Sang ibu sangat haru dengan sikap mandiri Yogi. Yogi lalu pergi meninggalkan ibu seorang diri karena memang akan bekerja di sebuah perusahaan besar di kota Bandung. Yogi berjanji akan datang berkunjung setiap seminggu sekali. Dan janji itu selalu ibunya ingat. Singkat cerita, sudah tiga bulan Yogi belum pulang juga ke Jakarta. Sang ibu sangat cemas dan agak kecewa dengan janji Yogi. Jangankan seminggu sekali, sebulan sekali saja tidak pernah pulang. Bahkan tidak pernah memberi kabar. Beruntung ada Lia, sahabat Yogi sejak kecil.

Kebetulan Lia juga bekerja di Bandung namun tidak sekantor. Jadi sang ibu bisa berkomunikasi dengan Lia untuk menanyakan kabar Yogi.

 “Lia, bagaimana kabar Yogi disana?” Tanya ibu Yogi pada Lia via telepon.

“Baik Bu, Yogi kini makin sukses dan selalu mendapat kepercayaan dari atasannya” ujar Lia dengan nada ceria. “Tapi Bu, Yogi sekarang sudah tidak seperti dulu. Yogi dulu adalah Yogi yang selalu rajin beribadah, tapi sekarang saya tak melihat lagi sifat ketaatan Yogi pada Tuhan” ujar Lia menceritakan kondisi Yogi yang kini semakin berubah.

Hati sang ibu sangat prihatin. Ia merasa ditinggal oleh anak semata wayangnya sendiri. Yogi dulu dengan Yogi sekarang sudah berubah dan tak lagi menjadi anak yang berbakti pada orang tua. Namun, kasih sayang seorang ibu tak pernah surut ditelan waktu. Setiap saat, ia selalu berdoa agar anaknya bisa bertumbuh menjadi orang sukses dan bahagia. Ketika komunikasi via handphone tak juga dibalas, sang ibu selalu mengirimkan SMS untuk mengingatkan Yogi agar dekat dengan Tuhan. Namun tak satu pun pesan SMS dibaca, hanya berstatus D (delivery) dan tak pernah berstatus R (read).

Yogi seolah lenyap ditelan bumi. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Kasih ibu sepanjang masa, kendati tak pernah dihubungi, sang ibu terus berdoa dan berusaha untuk menasehati Yogi agar tidak hanyut dalam kesenangan duniawi sesaat. Hingga suatu hari, sang ibu sakit karena terkena penyakit yang cukup parah.

“Yogi, sebaiknya kamu pulang. Ibu kamu sakit parah di Jakarta” ujar Lia saat bertemu Yogi disebuah kafe terkenal di kota Bandung. “Tidak Lia, saya masih belum ada waktu. Tolong sampaikan salam saya ke ibu, bahwa saya baik-baik saja disini” ujar Yogi dengan nada datar.

Lia sangat kecewa dengan sikap Yogi yang keras bagai batu. Ia tak habis pikir, ada anak yang tega melihat ibunya hidup seorang diri dalam kondisi sakit sementara si anak itu asyik-asyikan menikmati sukses. Lia begitu kecewa dengan sikap Yogi. Tak terasa, sudah lima tahun berlalu. Cukup lama sekali. Yogi sudah merasa lega, karena sejak seminggu lalu tak ada pesan SMS yang ia terima dari sang ibu. Pikir Yogi, ibunya sudah sadar untuk tidak lagi mengganggu dirinya dan Yogi bisa lebih focus mengejar cita-cita.

“Yogi, sebentar saya minta waktu, ini penting” ucap Lia dengan nada tinggi “Maaf Lia, saya ada meeting dengan komisaris perusahaan sebentar lagi, jadi saya harus bersiap diri” ujarnya sambil pergi bergitu saja. Lia hanya geleng geleng kepala. Yogi benar-benar sudah keterlaluan.

Entah kenapa, pada hari itu tiba-tiba saja Yogi tergerak hati untuk bertemu dengan Lia. Ia segera meluncurkan mobil barunya seri terbaru ke rumah kos Lia yang tak jauh dari kantor. Ketika pintu di ketuk, tak ada jawaban.

 “Kemana Lia, kok tak ada jawaban” ujar Yogi keheranan. “Maaf, Mbak Lia sudah tak ada disini lagi. Sudah beberapa bulan yang lalu ia kembali ke Jakarta, katanya keluarganya ada yang sakit” ujar penjaga kos memberi keterangan pada Yogi. Yogi berpikir sejenak, ia masih punya segudang rencana untuk pengembangan bisnis dan usahanya itu, namun ia juga mulai khawatir dengan kondisi dirinya yang tak punya siapa-siapa lagi untuk teman curhat selama ini, karena Yogi termasuk orang yang tak disukai teman sekantornya.

 “Sebaiknya aku pulang, mungkin ibu sudah lama menunggu, toh saya bawa banyak uang dan mobil mewah ke rumah, pasti ibuku bangga” ujar Yogi pada dirinya sendiri. Dan ia pun meluncurkan mobil barunyaitu ke Jakarta, kembali ke rumah sang ibu tercinta. Ketika Yogi sudah sampai di rumah, ia tak melihat siapa-siapa. Rumah lamanya ternyata sudah berubah kepemilikan menjadi rumah orang lain. Yogi panic, kaget bukan kepalang, dimana ibunya berada.

 “Pak Yogi, ibu kamu sudah meninggal setahun yang lalu, dan pemakamannya ada di Pemakaman Umum Ujung Genteng. Ini beberapa peninggalan almarhum Ibu kamu, beliau sempat berpesan jika kamu mencari dirinya, surat ini harus diberikan ke kamu” ujar remaja cantik yang ternyata itu adik Lia, sahabat kecil Yogi dulu.

Bagai bumi runtuh, semuanya terasa gelap. Yogi menangis sejadi-jadinya, tak perduli orang mau bilang apa. Ia kini tak punya siapa-siapa lagi, seorang ibu yang ia miliki kini sudah di panggil Tuhan. Setahun yang lalu. “Dimana kakak kamu sekarang, kata orang kos bilang sudah pindah” ujar Yogi sambil terus menangis pilu. “Kak Lia juga sudah berpulang. Ia terkena kanker darah dan nyawanya tak bisa tertolong lagi” ujar Dinda, adik kandung Lia yang juga mulai menangis karena sedih mengingat kakaknya sudah pergi.



Yogi makin tak punya kekuatan untuk mendengar dua berita duka cita dari orang-orang yang ia sayang. Selama ini ia salah dalam menentukan target hidup. Ia berpikir bahwa dengan harta, segalanya bisa bisa dibeli. Namun, ternyata, uang tak bisa mengembalikan orang yang ia sayang.

 Dengan tangan bergetar, ia buka sebuah surat wasiat almarhum ibunya dan mulai membaca dengan hati-hati.

Anakku, mungkin ketika kau membaca surat terakhir ini, Ibu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Maafkan Ibu karena Ibu tidak berhasil mendidik kamu menjadi anak yang mengenal Tuhan kamu dengan baik. Ibu maklum kamu sibuk, dan akan terus sibuk hingga ajal Ibu dan mungkin ajal orang terdekat kamu datang, kamu tetap tak punya waku untuk melihat peristarahat terakhirnya. Ibu maklum. 

Anakku sayang, mungkin kamu sekarang kesepian. Tidak ada ayah dan juga tak ada ibu bahkan sahabat terbaikmu, namun kamu masih punya Tuhan. Dialah sahabat terbaikmu yang layak kamu percaya. Tuhan selalu datang ke rumah kamu namun kamu jarang ada di rumah. Kamu terlalu sibuk hingga Tuhan sulit untuk bertemu. 

Ketika azan subuh terdengar, kamu masih lelap tertidur. Ketika azan zuhur, kamu sibuk makan siang, ketika masuk ashar, kamu masih rapat dengan relasi bisnismu, dan ketika magrib serta isya, kamu sudah sangat lelah untuk berkunjung ke rumah Tuhan. 

Yogi, dunia ini komedi bagi yang memikirkannya namun menjadi tragedi bagi yang merasakannya. Kembalilah ke rumah Tuhan seperti Yogi yang dulu, Nak. Ketuk pintu Tuhan dan bersimpuhlah untuk meminta maaf atas semua kesalahan yang pernah kau lakukan. Jangan lupa, kirimkan ayah dan ibu doa, ya karena kami tidak lagi memerlukan transferan uangmu, tapi doa kamu. Salam cinta, Ibu” 

Pesan moral apa yang anda dapatkan dari kisah Yogi diatas? Semoga memberi inspirasi baru dan bisa memberi motivasi untuk selalu dekat dengan Ilahi. Salam cinta dari langit, untuk penduduk bumi.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "ALVI HADI SUGONDO "TUHAN SERING MENGUNJUNGI KITA, TAPI KITA SERING TAK ADA DI RUMAH""